Ticker

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Tambora 1815

POMPEII DI TIMUR

Pada malam 5 April 1815, saat para pelayan mengangkati piring usai makan malam, sang Raja mendengar halilintar menggelegar. Disangka itu adalah kelalaian penjaga pantai sehingga kapal bajak laut menembakkan meriam. Tetapi semua orang justru menatap ke arah gunung Tambora. 



Sebuah luncuran api melejit ke langit dari puncak gunung, menerangi kegelapan dan mengguncang bumi dibawah mereka dengan suara yg luar biasa memekakkan telinga.

Selama 3 jam semburan api itu tak berhenti seolah mengumandangkan akhir dunia. Lalu mendadak berhenti, dan tiang api itu runtuh. Beberapa  hari berikutnya, Tambora terus menggelegar sesekali, sementara abu melayang turun dari langit.

Lima hari kemudian pada pukul 7 malam, tiga tiang api yang terpisah menyembur dalam suatu gelegar dahsyat. Semburan dari puncak Tambora mengarah ke barat, lalu menyatu menjadi sebuah bola api yang bergulung-gulung pada titik yang jauh lebih tinggi dari letusan lima hari sebelumnya. 

Gunung itu sendiri mulai bersinar ketika aliran-aliran batu cair yang menggelegak mencari jalan menuruni lerengnya. Sejam kemudian, kondisi mengerikan di seluruh Sanggar, yang terletak disebelah timur Tambora terus memburuk, karena hujan batu apung turun, sebagian 'sebesar dua kepalan tangan' bercampur dengan curahan hujan dan abu panas. Dalam hitungan jam, desa Koteh, beserta semua desa lain di semenanjung Sanggar musnah seluruhnya.

Sungai-sungai materi vulkanis yang meluncur tak terkendali kedalam laut melukis ulang peta Sanggar. Hutan-hutan terbakar berikut desa-desa dan berkilometer-kilometer garis pantai ditambahkan pada semenanjung itu, seperti urukan vulkanik raksasa. 

Begitu Tambora selesai memuntahkan lautan magma dibawah tanahnya, cangkang gunung itu ambruk kedalam. Dengan dimutahkannya materi vulkanik dari dalam perutnya, pengamblesan tanah besar-besaran tak terhindarkan dan pada tanggal 11 atau 12 April, Tambora melesak kedalam dirinya sendiri, membentuk kaldera selebar enam kilometer di tempat puncaknya yang tinggi tadinya berdiri.

Dilaut sebelah Utara selepas Makasar, seorang kapten kapal East India Company BENARES melaporkan diwilayah itu pada 11April 1815 sbb:

Sekarang abu mulai turun berderai2 dan pemandangan itu secara keseluruhan benar2 menakjubkan dan menakutkan. Pada tengah hari cahaya yang masih tampak di bagian timur cakrawala menghilang dan kegelapan total menutupi wajah siang. 

Kegelapan itu begitu pekat sisa siang hari itu, saya tidak pernah melihat apapun yang menyamainya di malam paling gulita: mustahil melihat tangan kita meski diangkat ke dekat mata ...

Rupa kapal kami, ketika cahaya siang kembali, sangat luar biasa; tiang laberang, geladak dan setiap bagiannya tertutup materi luruhan; luruhan itu tampak seperti batu apung yang dikeringkan, hampir sewarna abu kayu; di banyak geladak, luruhan itu membentuk gundukan setinggi 30 cm, dan saya yakin bobot beberapa ton telah dilempar keluar kapal.

Dari buku

TAMBORA 1815

Letusan Raksasa dari Indonesia

Baca Juga

Posting Komentar

2 Komentar

Komentar Anda??